Kata 'Takaful' Dalam Al-Qur’an
Dalam Al-Qur’an tidak dijumpai satu ayatpun yang secara tersurat menggunakan kata ‘takaful’. Demikian juga dalam hadits. Namun demikian, terdapat sejumlah kata (delapan kata dalam delapan ayat) yang menggunakan kata yang seakar dengan kata takaful, yaitu dari kata ( كفل ).
Kata-kata yang berakar dari kata ( كفل ) tersebut, secara umum keseluruhannya mengarah pada makna : a. Memelihara. b. Memikul (resiko). Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-Maidah : 2) :
1) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 37
Dengan demikian, maka 'takaful' adalah saling menjaga dan memelihara antara sesama muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka.
2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 :
4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12
5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23
7) Thaha/ 20 : 40 :
8) Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28
Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( كفلين ) adalah dua bagian. Artinya bahwa ( كفل ) salah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa menjadi ‘bagian’ dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang bertaawun satu sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya.
Menurut para ulama yang pakar dalam hukum Islam, dalam sejarah hukum Islam terdapat konsep yang mengarah pada konsep asuransi berdasarkan Syari’ah Islam, yaitu al-‘aqilah. Al-‘aqilah merupakan kebiasaan yang dipraktikkan pada zaman pra-Islam yang kemudian diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadisnya ketika mengadili dua wanita dari suku Huzail. Al-‘aqilah merupakan konsep saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut ‘aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana yang mana dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja. ‘Aqilah merupakan istilah yang masyhur dikalangan fuqoha, yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai cikal bakal konsep asuransi syari’ah. Bedanya ‘aqilah merupakan bukan transaksi komersial dan tujuannya untuk semata-mata membantu tanpa ada tuntutan pembayaran kontrak, sedangkan operasional transaksi asuransi Islam pada masa modern selain bertujuan untuk saling tolong menolong juga berorientasi profit sehingga termasuk transaksi komersial. Perusahaan asuransi Islam pertama pada era modern ini adalah berdiri pada tahun 1979 di Sudan.
Di sisi lain terdapat kebiasaan (adat) dalam masyarakat muslim, jika terdapat salah satu anggota masyarakat yang mendapatkan musibah kematian atau sedang mengadakan pesta pernikahan dan menyambut kelahiran anak, mereka akan membantu meringankan beban yang ditanggung oleh salah satu anggota masyarakat tersebut dengan memberikan uang atau barang-barang tertentu.
Di samping terdapat akad-akad lain yang menurut sebagian pakar ekonomi Islam sebagai konsep yang mengarah pada asuransi Islam yaitu: al-Muwalat, al-Qasamah, ‘Aqd al-hirasah, Daman Khatr al-Tariq, al-Wadi‘ah bi ujr, dan Nizam Taqa‘ud. Bentuk-bentuk muamalah ini, karena memiliki kemiripan dengan prinsip-¬prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional.
Meskipun tidak begitu jelas sejak kapan asuransi mulai dipraktekkan dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ciri-ciri kontrak asuransi yang berlangsung sekarang, transaksi asuransi secara alami telah dipraktekkan sebelum Nabi Muhammad (SAW) dan dikembangkan secara bertahap sampai awal abad ke-19, ketika Ibn Abidin (1784-1836), seorang fuqaha Mazhab Hanafi, mengemukakan pengertian, konsep dan unsur hukum kontrak asuransi.
Kata-kata yang berakar dari kata ( كفل ) tersebut, secara umum keseluruhannya mengarah pada makna : a. Memelihara. b. Memikul (resiko). Takaful dengan pegertian seperti ini sesuai dengan firman Allah SWT (QS. Al-Maidah : 2) :
وَتَعَاوَنُوْا عَلَى الْبِرِّ وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوْا عَلَى اْلإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ
“Tolong menolonglah kalian dalam kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam perbuatan dosa dan permusuhan”Dalam Al-Qu’an disebutkan akar kata Takaful beberapa kali, di antaranya:
1) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 37
فَتَقَبَّلَهَا رَبُّهَا بِقَبُولٍ حَسَنٍ وَأَنْبَتَهَا نَبَاتًا حَسَنًا وَكَفَّلَهَا زَكَرِيَّا
"Maka Tuhannya menerimanya (sebagai nazar) dengan penerimaan yang baik, dan mendidiknya dengan pendidikan yang baik dan Allah menjadikan Zakariya pemeliharanya."Dalam ayat di atas, kata kafala bermakna 'memelihara'. (lihat yang bergaris bawah). Dan 'memelihara' memiliki makna yang lebih mendalam dibandingkan dengan sekedar menjaga. Karena memilihara memiliki unsur adanya 'rasa menyayangi', sebagaimana orang tua memilihara anak kandungnya.
Dengan demikian, maka 'takaful' adalah saling menjaga dan memelihara antara sesama muslim dengan landasan saling sayang menyayangi diantara mereka.
2) Dalam QS. Ali Imran/ 3 : 44 :
وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يُلْقُونَ أَقْلامََهُمْ أَيُّهُمْ يَكْفُلُ مَرْيَمَ وَمَا كُنْتَ لَدَيْهِمْ إِذْ يَخْتَصِمُونَ
"Padahal kamu tidak hadir beserta mereka, ketika mereka melemparkan anak-anak panah mereka (untuk mengundi) siapa di antara mereka yang akan memelihara Maryam. Dan kamu tidak hadir di sisi mereka ketika mereka bersengketa."3) Dalam QS. Annisa/ 4 : 85 :
وَمَنْ يَشْفَعْ شَفَاعَةً سَيِّئَةً يَكُنْ لَهُ كِفْلٌ مِنْهَا وَكَانَ اللَّهُ عَلَى كُلِّ شَيْءٍ مُقِيتًا"Dan barangsiapa yang memberi syafa'at yang buruk, niscaya ia akan memikul bahagian (dosa) daripadanya. Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu."
4) Dalam QS. Al-Qashas/ 28 : 12
وَحَرَّمْنَا عَلَيْهِ الْمَرَاضِعَ مِنْ قَبْلُ فَقَالَتْ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى أَهْلِ بَيْتٍ يَكْفُلُونَهُ لَكُمْ وَهُمْ لَهُ نَاصِحُونَ
"Dan Kami cegah Musa dari menyusu kepada perempuan-perempuan yang mau menyusui (nya) sebelum itu; maka berkatalah saudara Musa: "Maukah kamu aku tunjukkan kepadamu ahlul bait yang akan memeliharanya untukmu dan mereka dapat berlaku baik kepadanya?".
5) Dalam QS. Shad/ 38 : 23
إِنَّ هَذَا أَخِي لَهُ تِسْعٌ وَتِسْعُونَ نَعْجَةً وَلِيَ نَعْجَةٌ وَاحِدَةٌ فَقَالَ أَكْفِلْنِيهَا وَعَزَّنِي فِي الْخِطَابِ
"Sesungguhnya saudaraku ini mempunyai sembilan puluh sembilan ekor kambing betina dan aku mempunyai seekor saja. Maka dia berkata: "Serahkanlah kambingmu itu kepadaku(untuk aku pelihara) dan dia mengalahkan aku dalam perdebatan"6) Dalam QS. An-Nahl/ 16 : 91 :
وَأَوْفُوا بِعَهْدِ اللَّهِ إِذَا عَاهَدْتُمْ وَلاَ تَنْقُضُوا ْالأَيْمَانَ بَعْدَ تَوْكِيدِهَا وَقَدْ جَعَلْتُمُ اللَّهَ عَلَيْكُمْ كَفِيلاً
"Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah (mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpah itu)."
7) Thaha/ 20 : 40 :
إِذْ تَمْشِي أُخْتُكَ فَتَقُولُ هَلْ أَدُلُّكُمْ عَلَى مَنْ يَكْفُلُهُ
"(yaitu) ketika saudaramu yang perempuan berjalan, lalu ia berkata kepada (keluarga Fir`aun): 'Bolehkah saya menunjukkan kepadamu orang yang akan memeliharanya?"
8) Dalam QS. Al-Hadid/ 57 : 28
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَءَامِنُوا بِرَسُولِهِ يُؤْتِكُمْ كِفْلَيْنِ مِنْ رَحْمَتِهِ وَيَجْعَلْ لَكُمْ نُورًا تَمْشُونَ بِهِ وَيَغْفِرْ لَكُمْ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
"Hai orang-orang yang beriman (kepada para rasul), bertakwalah kepada Allah dan berimanlah kepada Rasul-Nya, niscaya Allah memberikan rahmat-Nya kepadamu dua bagian, dan menjadikan untukmu cahaya yang dengan cahaya itu kamu dapat berjalan dan Dia mengampuni kamu. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang."
Ayat di atas menunjukkan bahwa arti kata ( كفلين ) adalah dua bagian. Artinya bahwa ( كفل ) salah satu artinya adalah bagian. Dan dalam bertakaful, seseorang harus merasa menjadi ‘bagian’ dari orang lain. Sehingga terwujudlah kehidupan yang bertaawun satu sama lainnya, seperti satu tubuh sebagaimana yang digambarkan oleh Rasulullah SAW dalam salah satu haditsnya.
Menurut para ulama yang pakar dalam hukum Islam, dalam sejarah hukum Islam terdapat konsep yang mengarah pada konsep asuransi berdasarkan Syari’ah Islam, yaitu al-‘aqilah. Al-‘aqilah merupakan kebiasaan yang dipraktikkan pada zaman pra-Islam yang kemudian diterima oleh Nabi Muhammad SAW melalui hadisnya ketika mengadili dua wanita dari suku Huzail. Al-‘aqilah merupakan konsep saling memikul atau bertanggungjawab untuk keluarganya. Jika salah satu anggota suku terbunuh oleh anggota suku lain, pewaris korban akan dibayar dengan uang darah (diyat) sebagai kompensasi saudara terdekat dari pembunuh. Saudara terdekat dari pembunuh disebut ‘aqilah. Lalu, mereka mengumpulkan dana yang mana dana tersebut untuk membantu keluarga yang terlibat dalam pembunuhan tidak sengaja. ‘Aqilah merupakan istilah yang masyhur dikalangan fuqoha, yang dianggap oleh sebagian ulama sebagai cikal bakal konsep asuransi syari’ah. Bedanya ‘aqilah merupakan bukan transaksi komersial dan tujuannya untuk semata-mata membantu tanpa ada tuntutan pembayaran kontrak, sedangkan operasional transaksi asuransi Islam pada masa modern selain bertujuan untuk saling tolong menolong juga berorientasi profit sehingga termasuk transaksi komersial. Perusahaan asuransi Islam pertama pada era modern ini adalah berdiri pada tahun 1979 di Sudan.
Di sisi lain terdapat kebiasaan (adat) dalam masyarakat muslim, jika terdapat salah satu anggota masyarakat yang mendapatkan musibah kematian atau sedang mengadakan pesta pernikahan dan menyambut kelahiran anak, mereka akan membantu meringankan beban yang ditanggung oleh salah satu anggota masyarakat tersebut dengan memberikan uang atau barang-barang tertentu.
Di samping terdapat akad-akad lain yang menurut sebagian pakar ekonomi Islam sebagai konsep yang mengarah pada asuransi Islam yaitu: al-Muwalat, al-Qasamah, ‘Aqd al-hirasah, Daman Khatr al-Tariq, al-Wadi‘ah bi ujr, dan Nizam Taqa‘ud. Bentuk-bentuk muamalah ini, karena memiliki kemiripan dengan prinsip-¬prinsip asuransi Islam, oleh sebagian ulama dianggap sebagai embrio dan acuan operasional asuransi Islam yang dikelola secara profesional.
Meskipun tidak begitu jelas sejak kapan asuransi mulai dipraktekkan dalam Islam, dapat disimpulkan bahwa berdasarkan ciri-ciri kontrak asuransi yang berlangsung sekarang, transaksi asuransi secara alami telah dipraktekkan sebelum Nabi Muhammad (SAW) dan dikembangkan secara bertahap sampai awal abad ke-19, ketika Ibn Abidin (1784-1836), seorang fuqaha Mazhab Hanafi, mengemukakan pengertian, konsep dan unsur hukum kontrak asuransi.
Post a Comment for "Kata 'Takaful' Dalam Al-Qur’an"
terimakasih komentarnya
Post a Comment