Skip to content Skip to sidebar Skip to footer

Sejarah Asuransi Syariah

Ilustrasi/ Sejarah Perkembangan Asuransi dalam Islam
Perkembangan asuransi dalam Islam dapat dikelompokkan menjadi 6 tahap:

Pada tahap pertama terjadi praktek doktrin al-aqilah di antara suku-suku Arab kuno. Banyak ensiklopedia membenarkan fakta bahwa ciri-ciri praktek asuransi berasal dari praktek-praktek Arab kuno,  di mana praktek asuransi menjadi adat kebiasaan di kalangan suku-suku Arab. Yaitu ketika anggota suatu suku dibunuh oleh anggota suku yang berbebda, maka ahli waris korban akan menerima sejumlah pembayaran uang darah sebagai kompensasi yang dibayarkan oleh keluarga dekat si pembunuh. Kelurga dekat si pembunuh tersebut dinamakan aqila’ dalam istilah Arab. Pembacaan terhadap bangsa Arab pada waktu itu yang membayar uang darah tampak sebagai sebuah perlindungan keuangan bagi keluarga yang ditinggalkan akibat kematian si korban.

Pada tahap kedua terjadi pada zaman Rasulullaah SAW. Perkembangan praktek asuransi pada masa Rasullah SAW dapat dijelaskan dengan contoh penerimaan bangsa Arab terhadap praktek 'aqila. Nabi Muhammad SAW sendiri menerima konsep 'aqila sebagaimana dipraktekkan oleh suku-suku Arab. Ini dapat dibuktikan oleh beberapa hadits. Misalnya dalam suatu hadits yang diriwatkan oleh Abu Hurairah RA, dia mengatakan bahwa suatu ketika dua orang wanita dari suku Huzail berkelahi ketika salah satu mereka memukul lawannya dengan batu dan membunuh perempuan itu dan bayi yang dikandungnya. Keluarga korban mengangkat kasus tersebut kepada Nabi SAW yang memberi putusan bahwa kompensasi bagi janin adalah seorang budak laki-laki atau perempuan, sementara kompensasi bagi perempuan tersebut adalah uang darah (dyat) yang harus dibayarkan oleh 'aqila (kerabat si pembunuh).

Berdasarkan latar belakang ini, bayaran diyat adalah contoh asuransi bersama sebagai suatu usaha masyarakat yang bersifat sosial tetapi mempunyai implikasi ekonomi. menurut asuransi bersama, setiap anggota adalah tertanggung dan penanggung asuransi tanpa memandang suatu kepentingan. Ia tidak bertujuan untuk mencari keuntungan, bukan usaha kapitalis,ataupun untuk memperoleh kekayaan dari kerugian orang lain. Pada hakikatnya merupakan institusi sosial yang dibentuk untuk meringankan beban individu dengan membagi-bagi beban itu kepada anggota.

Pada tahap ketiga terjadi pada masa sahabat. Perkembangan praktek asuransi lainnya dapat ditemukan pada masa kekhalifahan Umar RA. Pada masa ini, doktrin 'aqila semakin didorong oleh pemerintah untuk diterapkan oleh masyarakat. Umar memerintahkan untuk mendirikan Dewan Mujahidin di berbagai daerah dan mereka yang nama-nama mereka tercatat di dewan tersebut terikat dalam kerjasama menguntungkan untuk menyumbang dalam uang darah yang terbunuh dari suku mereka sendiri. Jadi, pada masa ini konsep ‘aqila yang dikembangkan pada masa khalifah Umar Sayedina Umar yang merefleksikan unsur-unsur praktek asuransi pada masa ini.

Pada tahap ke empat terjadi pada abad ke-14 – 17M.  Pada abad ke-14-17 M ini sebuah ordo Sufi Kaziruniyyah sangat aktif terutama di kota pelabuhan Malabar dan di Cina dalam memberikan jasa asuransi pelayaran.

Pada tahap kelima terjadi pada abad ke-19. Pada masa ini Ibn Abidin (1784-1836 M), merupakan orang pertama yang membahas tentang asuransi dan unsur hukumnya. Dia juga orang pertama yang merumuskan asuransi dalam konteks hukum positif, bukan lagi dalam konteks adat kebiasaan. Pendapat Ibn Abidin tentang praktek asuransi membuka mata kaum Muslim yang tidak menerima legalitas asuransi dan mendorong mereka untuk menerima gagasan untuk terjun ke bisnis asuransi. Pada masa ini orang-orang Islam mulai mendirikan perusahaan asuransi.

Pada tahap keenam terjadi pada periode abad ke-20. Pada masa ini Muhammad Abduh mengeluarkan dua fatwa yang menyebutkan bahwa transaksi asuransi adalah seperti transaksi mudharabah, dan bahwa transaksi yang mirip dengan asuransi jiwa adalah sah.

Post a Comment for "Sejarah Asuransi Syariah"