Apa itu Ilmu Laduni?
Ilmu laduni terdiri atas dua kata bahasa Arab, "ilmu", dan "laduni". Menurut Imam al-Raghib al-Raghib al-Ashfany, bahwa kata "laduni" lebih dikhususkan pada arti "sisi" atau "samping". Dikatakan demikian karena kata tersebut menunjukkan atas sesuatu permulaan yang berbatas akhir (ibtida' nihayah). Misalnya, saya berdiri di sisinya mulai terbit matahari hingga terbenamnya (matahari itu). Pendapat senada disampaikan oleh Jamaludiin bin Hisyam al-Anshari bahwa kata laduni identik dengan kata "inda" atau "li al-qurbi" (dekat).
Jadi secara etimologis atau makna bahasa, ilmu laduni adalah ilmu pengetahuan yang datang dari sisi Allah yang diberikan kepada manusia. Dari pengertian ini, makna setiap orang yang memiliki pengetahuan hakikatnya ia memperoleh ilmu laduni, sebab apabila dikaitkan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu datang dari Allah (kullun min ‘indillah), maka semua jenis ilmu pengetahuan uyang dimiliki manusia adalah laduni. Namun pengertian ini oleh sebagian orang ditolak, karena laduni sangat ditentukan dan didasari oleh pengalaman batin secara khusus diberikan kepada Allah kepada hamba-Nya yang dicintai, waliyullah atau mahbubillah.
Pengertian laduni yang terakhir ini puncaknya melahirkan pemahaman beragam yang secara terminologi sangat dipengaruhi oleh kondisi pengalaman mereka yang memperolehnya. Bahkan mungkin juga situasi dan lingkungan yang mengintervensi kehidupannya. Seperti seseorang yang mempunyai garis keturunan “darah biru”, ia hidup dalam stigma pengakuan orang sekitarnya. Sehingga ketika ia bertingkah laku di luar kebiasaan masyarakat kebanyakan, ia digolongkan orang yang memiliki ilmu laduni. Dari fenomena ini ada yang menganggap laduni itu sakral dan berat, karena tidak sembaran orang mendapatkannya, dan ada juga yang menganggap biasa-biasa saja tanpa terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang menyertainya.
Kendati demikian, di tengah masyarakat sampai saat ini ilmu laduni tetap berjalan melalui pemahaman linier di atas kesakralan dan eksklusifme yang tinggi. Seolah ilmu tersebut hanya dimiliki orang orang tertentu, kaum khawas termasuk putra-putra kiai yang berlabel Gus. Anehnya ilmu laduni ering dianggap sebagai ilmu tiban yang datang tanpa proses belajar, muncul secara tiba-tiba. Padahal apabila ditelusuri dengan seksama kebanyakan di antara mereka yang diduga mempunyai ilmu laduni juga mengalami proses belajar, hanya saja orang lain di sekitarnya tidak mengerti bagaimana mereka menjalani proses pembelajaran.
Dalam Tafsir Al-Kasyif disebutkan, yang dimaksud dengan “min ladunna ‘ilman” adalah ilmu ghaib. Meurut kalangan tasawuf ilmu laduni ialah yang datang dengan sendirinya tanpa ada perantara.
Ilmu laduni merupakan rahmat Allah atau bahkan wahyu Allah yang ditiupkan ke dalam roh manusia yang dipilih oleh-Nya. Maka kekuatan itu biasanya dimiliki orang-orang sufi, wali-wali Allah, dan tentu saja para Nabi dan Rasul. Bahkan terkadang juga memancar dari sosok kiai, tabib, dan santri yang terpilih.
Sumber : Harits, Busyairi. 2005. Ilmu Laduni dalam Perspektif Teori Belajar Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Jadi secara etimologis atau makna bahasa, ilmu laduni adalah ilmu pengetahuan yang datang dari sisi Allah yang diberikan kepada manusia. Dari pengertian ini, makna setiap orang yang memiliki pengetahuan hakikatnya ia memperoleh ilmu laduni, sebab apabila dikaitkan dengan keyakinan bahwa segala sesuatu datang dari Allah (kullun min ‘indillah), maka semua jenis ilmu pengetahuan uyang dimiliki manusia adalah laduni. Namun pengertian ini oleh sebagian orang ditolak, karena laduni sangat ditentukan dan didasari oleh pengalaman batin secara khusus diberikan kepada Allah kepada hamba-Nya yang dicintai, waliyullah atau mahbubillah.
Pengertian laduni yang terakhir ini puncaknya melahirkan pemahaman beragam yang secara terminologi sangat dipengaruhi oleh kondisi pengalaman mereka yang memperolehnya. Bahkan mungkin juga situasi dan lingkungan yang mengintervensi kehidupannya. Seperti seseorang yang mempunyai garis keturunan “darah biru”, ia hidup dalam stigma pengakuan orang sekitarnya. Sehingga ketika ia bertingkah laku di luar kebiasaan masyarakat kebanyakan, ia digolongkan orang yang memiliki ilmu laduni. Dari fenomena ini ada yang menganggap laduni itu sakral dan berat, karena tidak sembaran orang mendapatkannya, dan ada juga yang menganggap biasa-biasa saja tanpa terpengaruh oleh situasi dan kondisi yang menyertainya.
Kendati demikian, di tengah masyarakat sampai saat ini ilmu laduni tetap berjalan melalui pemahaman linier di atas kesakralan dan eksklusifme yang tinggi. Seolah ilmu tersebut hanya dimiliki orang orang tertentu, kaum khawas termasuk putra-putra kiai yang berlabel Gus. Anehnya ilmu laduni ering dianggap sebagai ilmu tiban yang datang tanpa proses belajar, muncul secara tiba-tiba. Padahal apabila ditelusuri dengan seksama kebanyakan di antara mereka yang diduga mempunyai ilmu laduni juga mengalami proses belajar, hanya saja orang lain di sekitarnya tidak mengerti bagaimana mereka menjalani proses pembelajaran.
Dalam Tafsir Al-Kasyif disebutkan, yang dimaksud dengan “min ladunna ‘ilman” adalah ilmu ghaib. Meurut kalangan tasawuf ilmu laduni ialah yang datang dengan sendirinya tanpa ada perantara.
Ilmu laduni merupakan rahmat Allah atau bahkan wahyu Allah yang ditiupkan ke dalam roh manusia yang dipilih oleh-Nya. Maka kekuatan itu biasanya dimiliki orang-orang sufi, wali-wali Allah, dan tentu saja para Nabi dan Rasul. Bahkan terkadang juga memancar dari sosok kiai, tabib, dan santri yang terpilih.
Sumber : Harits, Busyairi. 2005. Ilmu Laduni dalam Perspektif Teori Belajar Modern. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Post a Comment for "Apa itu Ilmu Laduni?"
terimakasih komentarnya
Post a Comment